Nuryanto, Sosok Inspiratif Pemilik Perusahaan Family Teknik Bahari & Panji Satria Bahari

Sukses itu butuh proses. Tak segampang seperti membalikkan telapak tangan. Penuh lika-liku bahkan perjuangan panjang hingga sampai dapat memetik buah manis atas jerih payah yang dilakoni selama ini. Demikian Nuryanto, sosok inspiratif yang pekerja keras, ulet dan tekun hingga berhasil menjadi owner dua perusahaan, yakni Family Teknik Bahari (FTB), dan Panji Satria Bahari(PSB).

Perusahaan  Family Teknik Bahari adalah bengkel bubut dan pembuatan mesin-mesin industri. Sedangkan, Panji Satria Bahari yang bergerak di bidang pengolahan bahan PVC dan pengiling bahan plastik. Nama perusahaan yang disebut terakhir ini diambiol dari nama anak sulungnya Panji Satria Nurislamy.

“Alhamdulillah, saya sekarang jadi owner Family Teknik Bahari, dan Panji Satria Bahari, “ kata Nuryanto saat dihubungi KabareTegal, Minggu (5/1/2020).

 

Lelaki kelahiran desa Jatibogor, Suradadi, Tegal, 30 Desember 1973 itu lebih lanjut menerangkan sebelum, bengkel bubut FTB, terbentuk dulunya adalah sebuah rumah makan sate Tegal yang ia dirikan bersama kakaknya, Slamet Riyanto pada tahun 2000 dengan nama ‘Sate Tegal Family Bahari’.

 

“Pada perjalanannya tumbuh pesat tapi ada yang masih kurang karena dari awal cita-citaku punya bengkel bubut, karena background-ku orang teknik sehingga pada akhirnya pengelolaan saya serahkan sama Mas Slamet, sambil pelan-pelan merintis bengkel bubut,” terang suami Kanik Anah dan ayah empat anak, yaitu Panji Satria Nurislamy, Naisya Kirani Asyifanur, Tubagus Alkhan Nurislamy dan Atallah Asyiam Nurislamy.

 

Nuryanto menyatakan akhirnya bengkel bubut yang dicita-citakannya resmi berdiri pada tanggal 9 September 2009 dengan nama ‘Family Teknik Bahari’. “FTB begerak di bidang pembuatan mesin giling plastik, mesin giling tepung PVC, extruder (proses biji plastik) dan pembuatan segala macam pisau giling plastik, “ ungkap jebolan S1 Universitas Satya Gama Jakarta itu mantap.

Menurut Nuryanti, Panji Satria Bahari dikhususkan  untuk pengolahan limbah plastik PVC, seperti pipa pralon, pintu dan kusen PVC, dan plavon PVC. “Semua itu untuk digiling menjadi tepung sebagai bahan baku pipa pralon, “ ujar alumni SD Jatibogor 2, SMP Suradadi Tegal, STM DWP Tegal, itu penuh percaya diri.

 

Nuryanto menyebut yang memotivasi dirinya untuk mendirikan kedua perusahaan tersebut adalah dirinya sendiri. “Karena saya pengin maju. Melihat teman bisa kuliah, saya pun berusaha agar bisa kuliah sambil bekerja, intinya apa yang orang bisa saya berusaha untuk belajar untuk bisa, “ tegas Nuryanto.

 

Nuryanto bersyukur segala apa yang diinginkannya terwujud. “Alhamdulillah walaupun Panji Satria Bahari berdiri tahun 2017 tapi ini yang saya proyeksikan ke depan untuk berkembang, karena usaha ini cakupanya lebih luas, “ ujarnya penuh harapan.

 

Selama ini, lanjut Nuryanto, Panji Satria Bahari memproduksi bahan baku, ke depan mudah-mudahan bisa produksi barang jadi seperti pipa pralon ataupun kusen pintu PVC. “Sampai saat ini, karyawan saya berjumlah 12 orang, mudah-mudahan tahun 2020 bisa lebih banyak merekut karyawan dengan dibukanya penggilingan plastik yang baru sehingga bisa memberikan lapangan pekerjaan orang sekitar yang membutuhkan, “ paparnya.

Melakoni sebuah pekerjaan tentu ada suka dukanya. Begitu juga dengan Nuryanto membeberkan suka dan dukanya banyak, seperti di antaranya keluar masuk perusahaan buat menawarkan produk, yang awal-awal banyak ditolak, juga banyak yang meragukan kemampuan dirinya. Bagi Nuryanto, itu sudah hal yang jamak, tapi yang penting dirinya harus tetap bergerak. ”Alhamdulillah orang yang sudah percaya sampai sekarang masih memakai produk kita bahkan dari mulut kemulut, mereka sekarang banyak mengenalkan customer baru, “ tuturnya penuh rasa syukur.

 

“Untuk customer saya kebanyakan pabrik, pipa pralon, pintu PVC, plafon PVC, baik di Jawa maupun luar Jawa, juga penggilingan plastik yang ada sekitar bengkel, “ imbuhnya bangga.

 

Saat ditanya, apa impian dan harapan Anda terhadap desa Jatibogor untuk 10 tahun ke depan? Dengan tenang, Nuryanto memberikan jawaban, “Namanya juga kampung halaman walaupun saya sudah menetap di Jakarta keinginan buat di kampung tetap ada. Kadang masih punya keinginan buat mengembangkan usaha ini pengin buka di Tegal karena membutuhkan lahan yang luas, sebab kalau di Jakarta ini agak sulit. Karena harga tanah di Jakarta sudah sangat mahal, di samping itu kita bisa berbagi ilmu untuk pengolahan limbah plastik yang ada di Jatibogor, sehingga punya nilai ekonomi yang mungkin sekarang lagi ramai pembuatan bank sampah yang ada di Jatibogor.”

 

Sebagai wong Jatibogor, Nuryanto juga menginingkan desa tercintanya maju berkembang. “Harapan saya buat desa Jatibogor, bisa lebih maju, banyak muncul wirausahawan muda yang penuh inovasi sehingga bisa menjadikan desa Jatibogor menjadi percontohan desa-desa lainya,” tegas Nuryanto.

 

Nuryanto menyampaikan pengalaman yang paling berkesan adalah ketika baru merintis usaha ini, kemana-mana ia naik motor si Jagur, sebutan motor kesayangannya. “Motor yang mungkin bagi orang lain sudah tidak layak untuk dinaiki tapi Si Jagur paling setia mengantar setiap pesanan ataupun kemana saya pergi. Makanya sampai sekarang motor itu masih ada disimpan buat cerita ke anak-cucu kelak, “ pungkas Nuryanto sumringah.

 

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :