Sosok Inspiratif Lita Fadilah, Seorang Duta Budaya dari Bhayangkari

KabareTegal – Bhayangkari merupakan organisasi persatuan istri anggota Polri yang punya banyak peran dan kegiatan, termasuk di antaranya dalam memajukan budaya Indonesia. Dalam Bhayangkari, ada sosok nama yang dikenal sebagai aktivis seni dan budaya yang beberapa kali telah membawa nama baik Bhayangkari di kancah Internasional sebagai duta budaya, yakni Lita Fadilah.

 

Perempuan kelahiran Palembang, 14 Maret 1972 itu telah memperkenalkan tarian, nyanyian, dan produk tradisional Indonesia ke negara lain dalam berbagai acara yang diselenggarakan oleh Kedutaan Besar.

 

Lita menikah dengan Machfud Arifin pada 5 Oktober 1990 di usianya yang masih belia, 18 Tahun. Untuk itu, ia kemudian dikenal dengan nama Lita Machfud Arifin. Dalam kesuksesan suami ada peran besar istri. Irjen. Pol. (Purn. ) Drs. Machfudz Arifin S.H, yang purnawirawan perwira tinggi Polri itu pernah menjabat sebagai KAPOLDA Jawa Timur.

 

Dari pernikahannya ia dikaruniai empat anak, yaitu Arif (alm), Nadia Bella Kartika, S.Psi, BA, Mutiara Ramadhanti, SE, B.Com, dan Raihan Arrazzaq Machfud.

 

Lulusan SMA Xaverius 2 Palembang itu aktif dalam organisasi Bhayangkari sejak 2013—2018. Ia menjabat sebagai ketua Bhayangkari Maluku Utara pada 25 Maret 2013–9 September 2013, ketua Bhayangkari Kalimantan Selatan pada 9 September 2013—5 Juni 2015, dan ketua Bhayangkari Jawa Timur pada 1 Desember 2016—13 Agustus 2018.

 

Sejak menjabat menjadi ketua Bhayangkari di beberapa periode, ia dikenal sebagai aktivis dalam bidang UMKM dan seni budaya. Berbekal motivasi tinggi untuk mensejahterakan warga negara Indonesia, Ia bercita-cita untuk membuka lapangan pekerjaan sebanyak-banyaknya dengan kreativitas yang dimiliki bahkan sebelum menjabat sebagai ketua Bhayangkari.

 

Ia mengawali cita-citanya dengan menciptakan lapangan pekerjaan melalui usaha restauran, salon, dan laundry yang dirintisnya pada 2006. Tidak hanya itu, berbekal hobi desain yang dimilikinya, Ia juga membuka usaha dibidang fashion. Hal ini mengantarkannya menjadi pemilik sebuah butik di kota Palembang.

 

Setelah menjabat sebagai ketua Bhayangkari, ia masih tetap bersemangat dalam mengembangkan UMKM Indonesia dalam rangka menyejahterakan warga negara Indonesia. Fokusnya terhadap UMKM menjadikannya sebagai pembina UMKM organisasi Bhayangkari yang memproduksi jilbab Bhayangkari. Produk tersebut mendapat respons yang baik dari organisasi seluruh Indonesia. Pada akhirnya permintaan akan produk tersebut mencapai puluhan ribu dari seluruh Indonesia. Hal ini membuatnya berhasil memutar roda perekonomian beberapa kepala keluarga yang dipekerjakan untuk memproduksi jilbab tersebut.

 

Berpegang pada semboyan hidupnya “bahagia melihat orang lain bahagia”, Ia tidak menggunakan hasil dari bisnisnya itu untuk kepentingan pribadi atau golongannya saja. Sebagai orang yang dipandang peduli sosial, Ia menyumbangkan sebagaian besar dari hasil usahanya itu untuk beberapa yayasan yang didirikan. Di Palembang, Ia mendirikan sekolah Al-Quran untuk para preman. Tidak hanya di Palembang, di Jakarta Ia juga menjadi pembina yayasan. Sempat bekerja sama dengan sebuah sekolah, Ia juga mendirikan ekstrakulikuler Baca Al-Quran yang telah mencetak beberapa juara di kompetisi baca Al-Quran tingkat Nasional.

 

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :