Merebaknya Corona Virus Disaese (Covid-19) berdampak segala sisi kehidupan, termasuk juga sangat berpengaruh dalam dunia perfilman. Kini memasuki masa transisi menuju new normal, insan perfilman merumuskan berbagai hal siap mengawal film nasional saat tayang di new normal. Hal tersebut mengemuka dalam acara Webinar Online bertopik ‘Mengawal Film Nasional Saat Tayang di New Normal’ yang digelar Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjen Kebudayaan Kemdikbud kerjasama dengan Demi Film Indonesia (DFI), pada hari Jumat (12/6/2020).
“Saat transisi dari Pusbang Film ke era Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru Kemdikbud RI, masalah film tetap menjadi pusat perhatian kita semua, “ kata Edy Suwardi selaku Kapokja Apresiasi dan Literasi Direktorat Perfilman, Musik dan Media Baru, Ditjen Kebudayaan Kemdikbud, mewakili Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid yang tak bisa hadir.
Lebih lanjut, Edy menerangkan, dalam memajukan film nasional, Direktorat Perfillman tetap ada kegiatan. “FFI akan dilaunching Minggu besok. Juga akan ada Festival Mega Film, bagian dari Pekan Budaya Nasional di Istora Senayan, Oktober dan Apresiasi Film,” terang Edy.
Menurut Edy, menyongsong New Normal setelah 3 bulan dilanda C19, kita bisa ambil maknanya. Kita beri kesempatan kepada pengelola bioskop untuk kembali memutar film nasional yang disesuaikan dengan protokol kesehatan. “Kita juga akan beri akses ke komunitas-komunitas film, baik yang di Jakarta maupun yang di daerah,” Edy menegaskan.
Sementara itu, sineas dan akademisi Sidi Saleh menekankan harus ada tranformasi di film. “Film nasional apa yang bakal jadi tumbal atau kelinci percobaan di New Normal, kita lihat saja nanti,” kata Sidi.
Bioskop akan beraktivitas kembali jika ada policy pemerintah. Bagaimana penggunaan ruangnya, bisa jadi hanya 50 persen penontonnya. Jujur, bioskop adalah jalur utama pemasukan film nasional.
“Tapi bagaimana dampak C19? Wabah ini mengubah semuanya, ya penonton berubah, community berubah, harus ada jarak dll. Masyarakat jadi cuek, takut dan parno. Di sini, pekerja seni film yang masih muda banyak yang kena. Kita prihatin semua,” timpal Sidi.
Kemudian, Patrick Effendy mewakili produser dan co founder Majelis Lucu Indonesia sependapat dengan pernyataan Sidi Saleh. “Kita lihat di Thailand. Minat masyarakat ke bioskop masih kecil. Sedang di Jakarta mal akan dibuka serentak 15 Juni mendatang, apakah bioskop sudah siap memutar film nasional dan asing?,” tanya Patrick.
syuting lagi tahun depan
Sedangkan, produser Lola Amaria memang belum ada rencana syuting film selama pandemi C 19. “Ada opsi sih, tapi dipending dulu. Kita akan syuting lagi tahun depan dengan proses yang enggak sama. Banyak produser teman saya mengeluh, baru syuting 3 hari harus break dulu. PH sudah kehabisan modal, gaji kru film belum dibayarkan. Tiga bulan off. Solusinya? Ke digital. Tapi rasa kepuasan tetap beda jika nonton di bioskop,” urai Lola yang umumnya film-film buatannya cuma dapat jatah tayang di sedikit layar di Indonesia (misalnya ‘Lima’).
Aktris Acha Septriasa yang bermukim di Australia bersama suami dan anaknya menegaskan, seluruh bioskop di negara kanguru tersebut masih tutup, dari 22 Maret yang lalu. “Katanya sih akan dibuka lagi 1 Juli. Memang di Australia, film-film Hollywood tayangnya telat 10 hari sampai 2 minggu dibanding di Indonesia. Resto di sana sudah dibuka dengan jumlah pengunjung dibatasi, tapi bioskop kayaknya masih lama,” ucap Acha.
Pengamat film senior Yan Widjaja menambahkan, dari Januari sampai Maret 2020 baru tayang 28 judul film nasional, ditambah 8 film nasional yang tayang Desember 2019.
“Masih ada 122 judul film nasional yang tertunda. Sedang film impor ada 180 judul film. Mungkin prediksi saya nanti di akhir 2020 bakal ada 4 film nasional kolosal yang tayang yaitu ‘Hamka’, ‘Bung Hatta’, ‘Taufan’ dan ‘Gatotkaca’,” tandas Yan.
Dipandu host Arul Arista dan Benny Benke, diskusi hampir dua jam lebih ini bertambah gayeng dengan kehadiran Niniek L Karim (doktor psikologi dan aktris senior) dan Djonny Syafrudin (Ketum GPBSI).
“Mari kita renungkan lebih dalam lagi, apa makna itu sendiri? Kita enggak boleh larut. Mengeluh, mengeluh dan mengeluh. Manusia itu makhluk berpikir. Makhluk mulia,” pesan Niniek L Karim. Diskusi ini ditutup oleh Djoni Syafrudin. “Jangan salahkan bioskop. Tirulah bisnis orang China yang lihai berkomunikasi,” demikian Djoni.