KabareTegal – Desa Srengseng Kecamatan Pagerbarang Kabupaten Tegal mulai serius menangani sampah rumah tangga melalui Program Desa Merdeka Sampah yang bertujuan mengurangi volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir (TPA) Penujah Kedung Banteng Kab. Tegal. Program ini menempatkan desa atau kelurahan sebagai vokus pengelolaan sampah rumah tangga dari hulu ke hilir melalui peran Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM).
“KSM bertujuan untuk membangkitkan kesadaran publik akan tanggung jawab penanganan sampah, serta menumbuhkan KSM itu sendiri sebagai wadah tenaga pengelola sampah yang berkompeten di tingkat desa”, ujar R. Triana Eka Waluja Kepala Desa Srengseng kepada KabareTegal di TPS Kali Tumpang Desa Srengseng (28 / 12 ).
Lebih jauh beliau menjelaskan bahwa ide memiliki kiat-kiat khusus dalam pengelolaan sampah yang berjalan kurang dari sebulan dari ini. Kiat Pemdes Srengseng terkait pengelolaan sampah diantaranya;
1. Pilah dan Buang Sampah di Tempatnya
2. Habiskan makanan
3. Membawa Kantung Belanja dan Alat Makan Sendiri
4. Donasikan Barang-barang yang Tidak Terpakai
5. Daur Ulang dan Buat Kompos dari Sampah.
Meskipun wilayah desa Srengseng tidak ngeblok alias terpencar, namun Program Merdeka Sampah yang mendapat dukungan regulasi dari Pemerintah Kabupaten Tegal sejauh ini dapat berjalan dengan lancar. Hal ini karena Pemdes dapat menggerakkan seluruh warga masyarakat dengan bantuan Ketua RT/RW.
Untuk mengelola sampah yang tentu bermacam-macam jenisnya maka setiap rumah mendapatkan dua waring, satu untuk sampah yang harus dibuang, dan lain-lain untuk sampah rongsok. Waring sampah diambil setiap dua hari oleh PNS (Petugas Njukut Sampah) untuk dibawa ke TPS Kali Tumpang sedangkan waring berisi rongsok diambil setiap seminggu sekali oleh petugas setelah terlebih dahulu diperhitungkan (dikilo)) dan dibayar oleh Bumdes Sejahtera Sejati Desa Srengseng.
Setelah di TPS Kali Tumpang sampah-sampah itu kemudian dikelola oleh petugas TPS dengan cara :
1. Mengurai secara manual, mengambil sampah dan memisahkan yang rongsok.
2. Memasukkan sampah yang telah diurai ke mesin pemilah. Keluaran dari mesin ini adalah kekiri serbuk basah dan liat, ke kanan plastik dan jenis sampah anorganik lainnya.
3. Sampah organik dijadikan makanan magot untuk selanjutnya menjadi kompos, sampah anorganik dimasukkan ke tungku pembakaran.
Hal lain yang Pemdes Srengseng lakukan untuk mendorong kesadaran warga memerangi sampah dengan cara yang kreatif yaitu diterbitkannya Kartu Sakti semacam kartu anggota dari rumah yang mengikuti program pengelolaan sampah.
“Setiap rumah secara otomatis akan menerima Kartu Sakti. Kartu sakti ini merupakan kartu pencatat iuran setiap rumah yang nominalnya Rp 10.000,- (Sepuluh Ribu Rupiah) per bulan”, jelas Kades Srengseng yang juga piawai membaca puisi dan mocopatan ini.
Fungsi Kartu Sakti yang telah dimiliki warga dapat digunakan ketika akan membuat administrasi. Pemdes akan melihatnya yang bersangkutan telah melaksanakan kewajibannya terkait DMS apa belum. Jika belum maka warga yang bersangkutan harus memenuhi kewajibannya terlebih dahulu sebelum menuntut haknya.
Untuk sampai pada desa yang benar-benar bebas dari sampah menurut R. Triana Eka Waluja yang memiliki Kades Srengseng baru sekitar tiga tahun berjalan, masih butuh proses yang berat, kerja keras dan kesabaran karena hal ini berhubungan dengan kebiasaan dan kesadaran masyarakat.
Setelah setengah bulanan Program DMS ini berjalan masih ada warga yang belum tahu bahwa sampah yang layak rongsok masih dimasukkan ke dalam gudang sampah yang akan dibuang. Dengan demikian yang bersangkutan tidak mengisi waring sampah yang layak rongsok.
“Jadi pengelolaan sampah untuk sampai menjadikan Desa Merdeka Sampah masih harus dilakukan pembenahan dan mendapatkan dukungan dari semua lembaga desa yang ada. Ini PR-nya, Mas”, pungkas beliau berbincang-bincang. (Mardja)
Monggo…