Komunitas Prokem Tegalan Gelar Napak Tilas Puisi Prokem Tegalan ke-2

KabareTegal, Slawi – Hari itu Pasar Mejasem Kramat Kab. Tegal suasananya berbeda dari hari biasanya digambarkan “mluntrah” bukan saja oleh para pedagang dan aktivitasnya,

tetapi di sisi pasar terlihat puluhan orang berkerumun dalam balutan takjub, guyup rukun dengan aktifitas lain.

Sesekali terdengar suara-suara bukan nyanyian apalagi orasi.

Yah, Minggu yang mendung siang itu area pasar Mejasem atau tepatnya di depan kantor PDAM Cabang Mejasem diramaikan kegiatan pentas Gelar Maca Puisi Prokem, Nasional, dan Tegalan yang digagas dan diselenggarakan oleh Komunitas Prokem Tegalan (KPROK) yang diketuai Ipuk Prokem.

“Ini acara Napak Tilas Puisi Prokem Tegalan yang kedua, pertama kali diselenggarakan tahun 2021 di prepil Kaligung Pesayangan Talang Tegal”,  ujar Ipuk NM Nur sambil senyum sumringah.

Acara itu dihadiri semua elemen masyarakat dari pejabat hingga orang jelata.

Diantaranya pejabat yang hadir Kepala BNN Kota Tegal (Sudirman) dan Kepala Desa Mejasem (Yuswan Maulana).

Dari masyarakat biasa yang notabene penyair Apito Lahire, Dyah Setyawati,  Juls Nur Hussein, Moch. Miroj Adhika AS, Nurochman Sudibyo YS. dan lain-lain.

Selain mereka hadir Budayawan Atmo Tan Sidik, juga turut hadir essais dan pengamat sastra Muarif Esage.

Bukan hanya mereka yang membaca puisi dari kalangan masyarakat biasa pun ikut serta meramaikan sebut saja Riani Pamulung, Sri Widyaningsih Pangkey (pedagang nasi).

Dari luar daerah hadir Iwang Nirwana (Pemalang),  Henri Yetus Siswono dan Rivi Lazuardi (Brebes).

“Aku sebenere ndregdeg dikon maca puisi lah nyong pegaweane masak. Tapi ya tak coba ndelen”, ucap Sri Widyaningsih Pangkey dengan logat Tegal sebelum membacakan puisi prokem Yigo-Yigo Lowo karya Ipuk NM Nur.

Ajang ini seperti menjadi panggung beradu kehebatan antar penyair yang hadir dalam seni membaca puisi.

Mereka menunjukkan ciri khas masing-masing dalam mengalirkan ruh puisi dalam balutan pesan moral yang kental, baik puisi prokem, puisi Tegalan, maupun puisi bebahasa Indonesia.

“Ini panggung yang luar biasa, semua penyair tampil menggila kami sangat dimanjakan perasaannya. Sungguh sampai merinding menyaksikan perfom mereka, ” ujar Dahlia Nur Amalah mahasiswa pasca sarjana yang desertasinya mengambil tesis Sastra Tegalan.

Panggung seakan bergetar saat Apito tampil membaca puisi untuk sang istri, sementara Ki Gola merespon  dengan bunyi-bunyian dari alat musik tradisional sambil sesekali menggumamkan mantra suku Badui menambah estetisnya kolaborasi keduanya.

Bukan hanya itu saat tampil kembali seorang diri di penghujung acara Ki Gola tetap “gila” dengan kekhasannya.

“Ini panggung penyatuan antara surasa dan suraga oleh karena kita semua bagian dari alam,” tegasnya. Ki Gola sendiri pemerhati budaya asal Gunung Salak Bogor yang konsen dengan budaya lokal di seluruh Nusantara.

 

Apa itu Bahasa Prokem?

Dalam laman Wikipedia dijelaskan bahwa Bahasa Prokem adalah bahasa gaul, bahasa sandi atau bahasa silang Indonesia.

Bahasa prokem Tegal dulu dipakai oleh para pejuang yang digagas M. Yunus Puspo Negoro dengan tujuan mengelabui musuh agar tidak dipahami kosakata asalnya.

“Jadi di beberapa daerah juga ada istilah bahasa prokem. Misalnya ” bokap” dan “nyokap” bahasa prokem Jakarta untuk menyebut ayah dan ibu”,  jelas Muarif Esage kritikus sastra Tegal dalam sambutannya.

Contoh bahasa Prokem Tegalan diantaranya “tarok” (wadon),  “jakwir” (batir), “yakher” (hebat) dan lain-lain.

Sementara budayawan Atmo Tan Sidik mengapresiasi Napak Tilas Puisi Prokem Tegalan ini sebagai sarana menyambung rasa dan menyambung raga sebagai hubungan antar fungsi yang memang sejalan dengan ajaran Islam.

Statemen terakhir di kegiatan ini disampaikan penikmat sastra Suriali Andi Kustomo  yang hadir terlambat sekaligus mengakhiri serangkaian kegiatan.

“Sungguh acara ini membanggakan, upaya gila mas Ipuk menjadi realita yang khas karena bermodal swadaya, apalagi ini penyelenggaraan acara Napak Tilas Puisi Prokem Tegalan yang kedua kali. Ini sesuai gambaran ideal saya, mendengar sastra dibacakan, ” pungkas Suriali Andi Kustomo.***

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :