Novel ‘Kutil; Revolusi di Republik Lenggaong’ Diluncurkan di Pendopo Balai Kota Tegal

KabareTegal – Novel ‘Kutil; Revolusi di Republik Lenggaong’ karya Yono Daryono dan Ubaidillah secara resmi diluncurkan di Pendopo Ki Gede Sebayu, Komplek Balai Kota Tegal, Sabtu, 27 April 2024. Setelah diluncurkan, novel sejarah yang diterbitkan Marjin Kiri itu langsung dibedah dengan menghadirkan keynote speaker atau pembicara kunci Anton Lucas dan pemakalah Kurnia Effendi serta Muarif Essage.

Pendopo Ki Gede Sebayu yang berada di Komplek Balai Kota Tegal dipenuhi orang-orang dari Tegal, Brebes, dan Pemalang dari lintas generasi dan latar belakang, yang minat dengan karya sastra. Mereka datang untuk menjadi saksi kelahiran novel yang ditulis duet pengarang asal Kota Tegal Yono Daryono dan Ubaidillah tersebut.

Acara Peluncuran dan Bedah Novel Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong yang dimulai pukul 09.00 pagi itu dipersembahkan Akademi Akuntansi Bima Sakapenta Kota Tegal dan diorganisir Spasi Creative Space dengan didukung oleh Pemerintah Kota Tegal, Dewan Kesenian Kota Tegal, serta Warteg Kharisma Bahari.

Peluncuran dan Bedah Novel mengundang Pj Wali Kota Tegal Dadang Somantri, Pj Bupati Tegal Agustyarsyah, Pj Bupati Brebes Iwanuddin Iskandar, dan Bupati Pemalang Mansur Hidayat. Hadir Anggota DPR RI Agung Widyantoro, Sekda Kota Tegal Agus Dwi Sulistyantono, Anggota DPRD Kota Tegal Edy Suripno, dan Ketua Yayasan Pendidikan Bima Sakapenta Khafdilah.

Acara dibuka Pj Wali Kota Tegal Dadang Somantri. Dalam sambutannya, Dadang menyampaikan agar minat baca masyarakat ditingkatkan, terutama di Kota Tegal. Salah satunya, dengan cara meresensi buku di sekolah seperti zaman dulu. ”Saya berharap siswa-siswi di sekolah dapat meresensi buku untuk meningkatkan budaya baca dan berkarya,” kata Dadang.

Setelah diluncurkan, novel dibedah dengan dimoderatori Ketua Dewan Kesenian Kota Tegal Suriali Andi Kustomo. Acara dimeriahkan penampilan monolog Eko Tunas serta pembacaan puisi oleh Zachira Indah.

Pada kesempatan yang diberikan kepadanya, Zachira membacakan puisi yang dipetik dari novel yang baru saja diluncurkan dalam acara ini.

Novel ‘Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong’ merupakan roman dengan latar belakang Peristiwa Tiga Daerah yakni revolusi sosial yang terjadi di Tegal, Pemalang, dan Brebes pada kurun 1945 yang digerakkan Sakhyani atau Kutil, seorang tukang cukur dan lenggaong atau jagoan yang bermukim di Desa Pesayangan, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal.

Novel ini juga menghadirkan gejolak ketidakpuasan terhadap rezim Orde Baru pada medio 1998 dan menceritakan perjuangan seorang demonstran asal Tegal Hasan Sukardi. Kardi adalah cucu dari Makdum yang merupakan sahabat sekaligus guru sigeg kebatinan Kutil. Perlawanan Kutil dan Kardi sama-sama berakhir di tangan-tangan kekuasaan.

Sang pengarang Yono Daryono menceritakan keinginan menulis novel Kutil sudah lama terpendam. Hingga dalam sebuah obrolan pada 2022, keinginan tersebut direspons bersama Ubaidillah dan Zachira Indah. Tak lama kemudian dimulailah pembahasan tentang struktur cerita dan pembagian tulisan. Karena saat itu lebih banyak didera sakit, Zachira terpaksa tidak bisa melanjutkan keterlibatannya.

Gagasan novel ini terinspirasi dari buku Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi karya Anton Lucas. Sebelum dikirim ke penerbit, novel ini pun sempat dikoreksi dan dikritik Lucas. Untuk menggali informasi, pengarang juga menemui keluarga Kutil di Pemalang dan keluarga KH Abu Sujai di Desa Pacul, Kecamatan Talang, Kabupaten Tegal.

Menambahkan Yono, Ubaidillah mengaku menulis Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong memerlukan keberanian untuk menyesuaikan bahasa. ”Sehingga, enak dibaca dan tidak njomplang. Selain itu, agar bahasa serta cara pengungkapannya memiliki keutuhan,” ucap Ubaidillah saat menjawab pertanyaan yang disampaikan moderator.

Secara virtual, pembicara kunci Anton Lucas mengapresiasi diluncurkannya novel ini. Menurut Indonesianis asal Australia yang sangat fasih berbahasa Indonesia itu, kedua pengarang berhasil memasukkan perasaan dari para pelaku sejarah.

”Kedua pengarang berhasil memasukkan perasaan pelaku sejarah. Sehingga pembacanya bisa menghayati sejarah dan mengantarkan ke zaman itu,” ungkap Lucas.

Pemakalah Kurnia Effendi mengaku menyukai novel ini sejak halaman pertama. Alasannya, karena pengarangnya tidak mencoba bergenit-genit dengan metafora. Semua wajar dan sekadar memberikan penguatan pada latar atau peristiwa. Tidak pula tergoda memberi nama tokoh fiksi dengan menawarkan makna filosofi atau puitik.

“Dengan novel Kutil, sejarah kelam Tegal sesudah kemerdekaan republik ini telah dilengkapi. Rasanya, tidak ada kota yang steril dari pertumpahan darah sejak Kitab Pararaton diserat seorang pujangga sejarah. Pemberontakan dan perang saudara terjadi di berbagai tempat, jauh sebelum Sumpah Pemuda hingga hari ini,” tutur sastrawan asli Slawi ini.

Sementara itu, Muarif Essage dalam paparan makalahnya menyebut Yono dan Ubaidillah dalam novel Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong ini menjadikan fakta Peristiwa Tiga Daerah sebagai teks sejarah yang diekploitasi melalui imaji fiksional. Muarif menilai novel ini menjadi counter paradigma seorang Kutil yang berkembang dalam pikiran publik.

”Wacana yang ingin dibangun novel ini tentu dengan mudah dapat diidentifikasi sebagai wacana tanding. Novel ini bermaksud meluruskan sejarah melalui kontekstualisasi dalam memahami setiap peristiwa,” sebut Muarif yang juga menyampaikan sejumlah catatan lainnya dalam makalah setebal empat puluh halaman.

Sehubungan dengan ditautkannya kisah pergolakan 1998, Muarif memandang itu sebagai realisasi atas keyakinan Lucas yang dalam postscript buku Peristiwa Tiga Daerah: Revolusi dalam Revolusi mengemukakan ada persamaan antara Gerakan Revolusi 1945 dengan Gerakan Reformasi 1998 pada fokus peristiwa wali kota Tegal yang diusir karena adanya unsur KKN.

”Barangkali bisa saya katakan, novel Kutil sebagai realisasi atas keyakinan Lucas tersebut,” terang Muarif, sastrawan yang juga seorang guru itu.

Adapun, Ketua Panitia Gendra Wisnu Buana menyampaikan, bahwa Peluncuran dan Bedah Novel “Kutil: Revolusi di Republik Lenggaong’ ini diadakan sekaligus untuk memperingati Hari Jadi ke-444 Kota Tegal. “Novel ini merupakan buku pertama dari Kota Tegal yang diterbitkan Marjin Kiri, “ ungkapnya bangga.

Harapan Gendra, novel ini mendapat sambutan generasi muda sekarang. “Semoga bisa mengajak generasi muda menyukai sastra melalui buku ini,” pungkas Gendra Wisnu Buana optimis. ***

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :