Eny Sulistyowati Tegaskan Pentingnya Peran Serta Seniman Indonesia di The 48th ICTMD

Kabaretegal – Sejumlah seniman tradisional Indonesia, khususnya tari, bersama Triardhika Production, yang mendapat kesempatan tampil di acara The 48th International Council for Traditions of Music and Dance (ICTMD), yang digelar di Kota Wellington New Zealand.

Perhelatan budaya berbasis seni tradisi dari berbagai Negara yang diselenggarakan Victoria University of Wellington tersebut berlangsung, 7 – 15 Januari 2025.

Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M., selaku Direktur Utama Triardhika Production menyampaikan tentang pentingnya peran serta seniman Indonesia di The 48th ICTMD ini.

“Peran serta Indonesia memiliki posisi penting. Merupakan wujud diplomasi budaya untuk memperkuat jalinan kerjasama dan membangun kesepamahaman budaya antar bangsa-bangsa di dunia,” ujar Eny Sulistyowati S.Pd. , SE , M.M., kepada wartawan di sela acara doa selamatan untuk keberangkatan delegasi Triardhika Production ke New Zealand.

Acara doa selamatan sekaligus gladi bersih tersebut berlangsung di kediaman cendekiawan dan budayawan Dr. Sri Teddy Rusdy, S.H., M.Hum., di kawasan Pondok Indah Jakarta Selatan, Minggu (05/01/2025).

Selain Eny Sulistyowati, hadir di acara ini para Pendiri dan Pengurus Yayasan Triardhika Bhakti Sasama, Agus Prasetyo, S.Sn (Pendiri dan Pembina), Eddie Karsito (Pendiri dan Pengawas), Fina Augustine Ardhika Putri (Pendiri dan Bendahara Umum), serta Imira Dewi (Sekretaris Umum).

Lebih lanjut, Eny Sulistyowati menerangkan, peran serta Triardhika Production di acara The 48th ICTMD tersebut, guna memfasilitasi para seniman, praktisi, dan profesional untuk memperluas jaringan dengan melibatkan mereka di berbagai lanskap budaya di berbagai belahan dunia.

“Sekaligus mengenalkan kebudayaan Indonesia berupa kesenian tari dan musik tradisional di dunia internasional. Membuka ruang apresiasi bagi masyarakat Selandia Baru maupun masyarakat internasional terhadap kesenian tradisional kita,” terangnya.

Menurut Eny Sulistyowati, ICTMD merupakan badan internasional untuk perkara tari dan musik berbasis tradisi. Organisasi saintifik bertujuan memajukan studi, praktik, dokumentasi, pelestarian, dan penyebaran musik dan tari di semua Negara.

“ICTMD organisasi non-pemerintah yang memiliki hubungan konsultatif formal dengan UNESCO. Bertindak sebagai penghubung antara masyarakat dari budaya yang berbeda, dan berkontribusi untuk kedamaian umat manusia,” beber Eny Sulistyowati.

Duta budaya yang dipimpinnya, kata Eny Sulistyowati, akan bertolak ke Selandia Baru pada hari Senin, 6 Januari 2025, serta kembali ke tanah air, Selasa, 14 Januari 2025 mendatang.

Delegasi terdiri dari seniman berbagai unsur, terutama tari; Eny Sulistyowati, Agus Prasetyo, S.Sn, Suyani, Titing Widyastuti, Martini, Umi Khulsum, Wahyu Listyaningsih, Fina Augustine Ardhika Putri, Theresia Puji Suryanti, beserta tim produksi dan tim artistic.

Karya Tari Refleksi Adiluhung Peradaban

Para seniman Indonesia ini akan tampil dengan berbagai performa di sejumlah tempat dan waktu yang berbeda. Tari ‘Bedhaya Catur Sagotra’ dan tari ‘Topeng Klono’ mengawali pergelaran perdana mereka yang akan ditampilkan di The HUB Victoria University of Wellington, Kamis, 9 Januari 2025.

Pentas berikutnya menampilkan musik Angklung secara kolaboratif antara sivitas akademika Victoria University of Wellington, Singer FINA, dan Triardhika, yang digelar di TAKINA Convention Center, Sabtu 11 Januari 2025.

Tarian ‘Bedhaya Catur Sagotra’, tari ‘Gatutkaca Gandrung’, ‘Show Gamelan’, dan tarian ‘Gambyong Pareanom’, mengisi babak akhir dari pementasan yang dipersembahkan Triardhika Production. Kesenian klasik ini digelar di TAKINA Convention Center, Senin, 13 Januari 2025.

“Show Gamelan didukung Perkumpulan Masyarakat Indonesia di Wellington bernama ‘Padhang Moncar’. Mereka beratraksi memainkan gamelan mengiringi penampilan seniman Indonesia secara live,” papar Eny Sulistyowati antusias.

 

Deskripsi Karya Tari

Tari ‘Bedhaya Catur Sagotra’ merupakan karya KPH. Sulistyo Tirtokusumo. Sebuah karya tari yang menggabungkan gaya tari dan gending dari empat kraton yang sebenarnya dari satu dinasti Kerajaan Mataram.

Karya tari ini menggambarkan spirit persatuan dari empat kraton; Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro Mangkunegaran, dan Puro Pakualaman.

Dari sisi kebudayaan keempat kraton tersebut mengembangkan adat dan tradisi masing-masing sehingga semakin memperkaya ciri dan keragaman budaya.

Tari ‘Topeng Klono’ menggambarkan salah satu tokoh dalam Hikayat Panji, yaitu Raja Klono Sewandono yang sedang menimbang kekuatan hati dan keagungannya.

Topeng Klono sebagai simbol yang merepresentasikan unsur nafsu dalam diri manusia; aspek yang menggerakkan daya keinginan.

Tari ‘Gambyong Pareanom’ berasal dari tradisi masyarakat agraris Jawa yang memuliakan roh leluhur sebagai pelindung kehidupan. Tarian ini kerap dilaksanakan di tempat yang dikeramatkan.

Tarian tersebut selanjutnya menjadi tarian pergaulan yang disebut Tayub. Tarian ini kemudian mendapatkan tempat terhormat sebagai tari persembahan di lingkungan istana.

Tari ‘Gatutkaca Gandrung’ menceritakan tentang tokoh Gatutkaca putra Ksatria Pandawa dalam epos Mahabarata yang sedang jatuh cinta pada Dewi Pergiwa.

Dikisahkan bahwa Gatutkaca mempunyai kesaktian tinggi dan bisa terbang, namun juga memiliki sisi romantis dalam dirinya. Tarian ini mempresentasikan antara kekuatan dan keromantisan dalam diri tokoh Gatutkaca.

 

Tentang Triardhika Production

Triardhika Production merupakan lembaga pengayom bagi para penggiat seni dan budaya dibawah naungan Yayasan Triardhika Bhakti Sasama. Berkiprah membuat berbagai apresiasi seni, karya pertunjukan; pergelaran, audio visual, dan seni lainnya.

Didirikan oleh Eny Sulistyowati bersama sejumlah seniman dan budayawan Indonesia. Didukung tenaga profesional dengan solidaritas lembaga yang lebih menekankan kebersamaan, mengembangkan sistem kemitraan. Dengan tagline; “Tradisi, Nasional, Kebangsaan.”

Banyak karya seni dan budaya yang sudah diselenggarakan Triardhika Production, baik event skala nasional maupun internasional. Antara lain sukses mementaskan drama tradisional ‘Cupu Manik Astagina’ dan ‘Sumpah Abimanyu’ di Jakarta, tahun 2012.

Di tahun berikutnya Triardhika Production mementaskan opera sejarah bertajuk ‘Ken Dedes Wanita di Balik Tahta’ di Jakarta dan Surabaya, tahun 2013.

Triardhika Production kembali sukses mementaskan Wayang Wong (WO) ‘Mahabandhana’ (Kekuatan Tali-Tali Berbisa) di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), tahun 2014.

Menyusul kemudian Triardhika Production mementaskan ‘Bedhaya Minangkalbu’ pada Hari Tari Dunia (World Dance Day 2016) di Kota Solo, tahun 2016.

Menjadi organisasi pendukung The 7th Meeting of ASEAN Puppetry Association (APA), Its 10th Anniversary and Asean Puppetry Festival, di Mojokerto Jawa Timur, tahun 2016.

Triardhika Production kembali mendukung pementasan Wayang Orang (WO) Sriwedari, ‘Soma Brata’ yang digelar di Sasono Langen Budoyo Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta, tahun 2016.***

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :