Buku Kumpulan Puisi ‘Ritus Batin’ karya Helwatin Najwa, Cermin Kejernihan Hati Nurani

Kabaretegal – Puisi masih terus ditulis semasih ada peradaban di atas bumi ini. Penulis puisi pun masih terus lahir menuliskan kesaksian dalam kehidupannya.

Dari sekian banyaknya penulis puisi, Helwatin Najwa, salah satu di antaranya, yang masih tetap konsisten menulis, bahkan menerbitkan buku kumpulan puisi.

Istimewanya, Helwatin Najwa adalah seorang akademisi yang tak hanya menulis puisi untuk dirinya sendiri, tapi juga mengajarkan puisi pada para siswanya.

Artinya, Helwatin Najwa termasuk turut melestarikan puisi kepada para anak didiknya.

Harapan kita, para anak didiknya ‘menerima estafet’ untuk menulis puisi sebagai kelanjutan tradisi yang selama ini dilakukan sang pengajar.

Dalam hal ini, puisi akan menjadi tak hanya karya semata, tapi juga menjadi media ekspresi positif dalam mengolah batinnya menangkap tanda-tanda zaman.

{“remix_data”:[],”remix_entry_point”:”challenges”,”source_tags”:[],”origin”:”unknown”,”total_draw_time”:0,”total_draw_actions”:0,”layers_used”:0,”brushes_used”:0,”photos_added”:0,”total_editor_actions”:{},”tools_used”:{“transform”:1},”is_sticker”:false,”edited_since_last_sticker_save”:true,”containsFTESticker”:false}
Berikut ini pengantar buku kumpulan puisi ‘Ritus Batin’ karya Helwatin Najwa dengan judul ‘Puisi Cermin Kejernihan Hati Nurani’:

Bersyukurlah kita yang masih tetap menulis puisi, yang berarti masih tetap menjaga kejernihan hati nurani. Tidak terjerumus hoax. Apalagi intrik-intrik politik yang hanya demi kepentingan semata.

Tak berlebihan jika Presiden Amerika Serikat ke-35 Jhon F Kennedy pernah memberikan pernyataan, bahwa jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya.

Helwatin Najwa dengan buku kumpulan puisi ‘Ritus Bathin’, sebagai sebuah upaya untuk menjaga kejernihan hati nurani, yang semoga juga mampu “membersihkan” politik yang kotor. Atau mampu “meluruskan” politik yang bengkok.

***

 

Dalam buku kumpulan puisi ‘Ritus Bathin’, Helwatin Najwa bertutur lembut dengan makna-makna puitiknya. Profesi guru yang disandangnya memang patut digugu dan ditiru. Ia tekun dan penuh kesabaran dalam mengajarkan puisi pada anak didiknya. Sejak tahun 1993 sampai sekarang ia bertugas sebagai Guru Bahasa dan sastra di SMKN 1 Kotabaru. Ia menjadi penanggungjawab Sanggar Sastra Siswa Indonesia (SSSI) Kotabaru ini sejak tahun 2000 juga mengajar sebagai dosen Bahasa Indonesia di STAI Darul Ulum Kotabaru.

Pada puisi “Aku Mencintaimu Karena Kau Bernama Hutan” karya Helwatin Najwa dapat kita simak larik-lariknya yang puitik:

Aku mencintaimu karena kau bernama hutan

Tempat lebah-lebah bermain dan menenun sarang

Tempat rahasia akar belukar menggapai awan

Dan bisik gemerisik air di dalam tanah

Nyanyikan kehidupan

Puisi “Aku Mencintaimu Karena Kau Bernama Hutan”, kita dapat membayangkan tentang hutan sebagai tempat lebah-lebah bermain dan menenun sarang, dan hutan sebagai tempat rahasia akar belukar menggapai awan dan bisik gemerisik air di dalam tanah menyanyikan kehidupan, betapa sangat berartinya hutan yang harus kita lestarikan. Begitu jernihnya puisi yang menvisualisasikan kehidupan lebah, akar hingga air di dalam tanah.

Selanjutnya, puisi “Aku Titipkan Rindu di Rimbun Daun”, dimana aku lirik menitipkan rindu di rimbun daun, /Meski masih berselimut embun/ Manis yang tercium dari wangimu /Indah yang kutangkap dari senyummu /Lewat udara yang terbuka kusampaikan salam /Seharusnya cinta ini bukan sekedar kata /Bila berlapis-lapis rasa sudah tertuang /Petiklah dia dengan penuh kasih sayang// Penuturannya mengalir lancar, bahwasannya, seharusnya cinta bukan sekedar kata, tanpa pretensi apa-apa, selain memang ingin memberikan kasih sayang.

Kemudian, puisi-puisi berikutnya, antara lain, Amarilis, misalnya, citra-citra yang dimunculkan tentang bunga yang mekar di musim hujan menjadi keceriaan di udara dingin. Begitu juga dengan puisi ‘Aroma Bunga’ dengan citra-citra yang dibeberkan, hujan baru saja reda meruap aroma bunga sedap malam.

Lain lagi, dengan puisinya berjudul ‘Angie’ yang memang menuturkan berita yang sangat menggemparkan dengan kasus tindak korupsinya, begitu kontras dengan iklan yang pernah digencarkan dengan menyuarakan kata “Tidak untuk Korupsi”.

Dalam puisi tersebut, kita dapatkan idiom-idiom puitik, seperti Bidadari Berambut Api dan Primadona Senayan. Menulis puisi yang mengalir begitu saja, tanpa pretensi atau maksud apa-apa selain hanya menghadirkan dengan citra-citra puitiknya.

Beberapa puisi Helwatin Najwa seperti sedang berdialog dengan seseorang yang dipanggilnya kawan. Sebagai contoh, puisi “Bahasa Bunga”. Simak saja, larik-lariknya: //Adakah kau dengar kawan/ Hari-hari berbahasa bunga/ Barangkali kau juga mendengar/ Percakapan riang mengisi ruang/ Kegairahan hidup/

Ada juga puisi yang menyertakan lagu, di antaranya, puisi “Lagu Masa Kecil” yang memperkaya muatan sebuah karya. Simaklah!

Cuk cuk bimbi, bimbi dalam sarunai

Tacucuk takulibi muhanya kaya panai

Lagu ini, gaung masa kecil

Yang memantul-mantul dari dinding

Batu Benawa

Cuk- cuk bimbi, bimbi dalam sarunai

Tacucuk takulibi muhanya kaya panai

Kini, lagu ini terkubur dalam kesunyian

Hanyut oleh arus kemajuan zaman

Masih banyak puisi karya Helwatin Najwa yang menyiratkan pesan mendalam dengan tegas dan lugas berbicara tentang alam lingkungan, di antaranya, puisi “Jerit Luka Meratus”, yang sepatutnya kita sambut dengan baik, karena puisi hadir tak hanya semata dalam kerangka berkarya, tapi juga menyampaikan pesan untuk melestarikan alam lingkungan. Ini yang tentu point plusnya!

***

 

Menyimak puisi-puisi Helwatin Najwa dalam buku ini, kita dapat bercermin karena puisi adalah kejernihan hati nurani. Karena menulis puisi akan sama halnya seperti kita menjaga kejernihan hati nurani untuk kita dapat melihat lebih jernih dalam memahami hakekat kehidupan ini.

 

Data buku:

Judul Buku      : Ritus Batin

Penulis                        : Helwatin Najwa

Penerbit          : Tahura Media, Banjarmasin

Cetakan           : Oktober 2024

Tebal               : 140 halaman

QRCBN          : 62-3123-0858-990

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *