Tutut Soeharto: Kontribusi Besar YHK dan YDGRK bagi Kemajuan Indonesia

KabareTegal.com – Momen ulang tahun semestinya memang tak hanya direnungkan saja, tapi juga diwujudkan lebih kongkret lagi segala apa yang dicita-citakan. Demikian yang dilakukan Yayasan Harapan Kita (YHK) dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK) yang merayakan ulang tahun pada tanggal 23 Agustus 2019. YHK kini menapaki usia 51 tahun, sedangkan YDGRK memasuki usianya yang ke 33 tahun.

 

YHK dan YDGRK, dua yayasan sosial tersebut menjadi penanda dan jejak pengabdian almarhumah ibu Tien Soeharto kepada masyarakat Indonesia. Keduanya seiring sejalan dalam mewujudkan lebih kongkret lagi dalam melaksanakan bakti untuk Indonesia. Keduanya memberi kontribusi besar bagi Kemajuan Indonesia

 

pengabdian

“Pada hari ini, 51 tahun lalu almarhumah ibu Tien mendirikan Yayasan Harapan Kita. Di hari ini pula, 33 tahun lalu, beliau mendirikan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan. Tekad beliau tegas, jangan pernah kita dikalahkan oleh penderitaan tanpa berupaya melawannya sekuat tenaga, “ kata Hj. Siti Hardiyanti Rukmana – Ketua Umum YHK dan YDGRK dalam sambutannya, di acara tasyukuran milad kedua organisasi sosial tersebut di Aula Granadi, Gedung Granadi Lt Dasar Jl. HR Rasuna Said Kav 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (23/8/2019).

 

Perempuan kelahiran Jakarta, 23 Januari 1949, yang akrab disapa dengan nama Mbak Tutut itu menyebut dengan modal awal Rp. 100.000,00 (seratus ribu rupiah) pada masa itu, yang disisihkan ibu Tien dan ibu Zaleha ibnu Sutowo, dari kas rumah tangga. “Mereka menggerakkan Yayasan Harapan Kita. Kini setelah 51 tahun, kita bisa menyaksikan sendiri perkembangan yang terjadi atas dedikasi mereka, “ ungkap putri sulung dari mantan Presiden Republik Indonesia ke-2 Soeharto itu mantap.

 

Menurut Mbak Tutut, yayasan ini telah berhasil membangun sekian banyak rumah sakit, seperti di antaranya, Rumah Sakit Anak dan Bersalin Harapan Kita, Rumah Sakit Jantung Harapan Kita, dan sebagainya. “Juga bukan karena yayasan sukses  membangun berbagai sarana kebudayaan, pendidikan hingga kesehatan seperti Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Perpustakaan Nasional, hingga Taman Anggrek Indonesia Permai, ” papar Mbak Tutut yang pernah menjabat sebagai Anggota MPR RI Fraksi Golkar sejak 1 Oktober 1992 hingga 14 Maret 1998 dan kemudian sebagai Menteri Sosial pada Kabinet Pembangunan VII sejak 14 Maret 1998 hingga 21 Mei 1998 yang merupakan kabinet pemerintahan Soeharto yang terakhir..

 

Namun kita dapat menjadi saksi, lanjut Mbak Tutut, bagaimana Yayasan Harapan Kita berhasil mengurangi ketergantungan warga Indonesia berobat ke luar negeri. “Yayasan Harapan Kita bertekad kuat sebagaimana keinginan ibu Tien sebagai pendirinya membela kesehatan rakyatnya. “Sejak awal berdirinya, Yayasan Harapan Kita menegaskan bahwa bagi yang ekonominya tidak mampu, meskipun mengalami gangguan jantung, tetap harus diselamatkan dengan mekanisme cross subsidi, “ beber perempuan berjilbab yang mempelopori terbentuknya Kirab Remaja yang bertujuan untuk memupuk rasa cinta tanah air di kalangan remaja dan memperkenalkan suatu organisasi berbasis agama seperti Rohani Islam atau ROHIS sebagai wadah organisasi yang mencetak generasi yang beriman pada tahun 80-an..

 

Sementara Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, kata Mbak Tutut, rentang waktu 33 tahunnya telah menunjukkan berbagai pengabdian kepada warga negara yang terkena  bencana. “Kami selalu hadir di mana rakyat menderita karena bencana. Tak hanya sekali. Pada bencana yang baru saja terjadi, yakni tsunami di pesisir Banten dan Lampung, akhir tahun 2018 hingga awal 2019 lalu, saya sendiri terlibat. Sedikitnya dalam dua kali kedatangan, “ Mbak Tutut menerangkan.

 

“Kami datang bukan hanya memberi apa yang bisa kami berikan. Namun kami datang untuk memberi harapan sekaligus menegaskan masih kuatnya tali persaudaraan kita sebagai anak bangsa. Lebih jauh lagi, sebagai sesama manusia, makhluk Allah yang diikat dengan rachmaan dan rachiim-Nya, “ tutur Mbak Tutut penuh rasa syukur.

 

Mbak Tutut menyampaikan bahwa begitu banyak harapan baik untuk Bangsa dan Negara ini, yang selamanya menjadi tantangan yang meletupkan visi, karsa, karya kita semua untuk mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan bahagia. “Semua itu tentu untuk kita bersama dalam Yayasan Harapan Kita maupun dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan (YDGRK) dalam melaksanakan bakti untuk Indonesia, “ ujar Mbak Tutut.

 

mulia

Dalam sambutan tersebut, Mbak Tutut menyoroti sosok Ibu Tien Soeharto, yang memang patut diteladani. Sebuah sosok yang tiada lain adalah ibunya sendiri, tapi sorotannya begitu runut, yang dimulai dari jauh sebelum orang-orang di Indonesia membicarakan antropolog terkemuka Marcell Maus, dengan teori ‘The Gift’–nya. “Seorang ibu rumah tangga yang tak pernah sekalipun  meraih gelar PhD, apalagi profesor dalam hidupnya, justru ia telah lama percaya akan kekuatan ”tolong menolong”.  Telah lama yakin bahwa “semangat memberi” akan menerangi kehidupan manusia yang menjalani laku tersebut, “ demikian Mbak Tutut mengawali sorotan sosok Ibu Tien Soeharto.

 

Hal yang patut disyukuri, kata Mbak Tutut, ibu rumah tangga itu sedikit lain dari sekedar ibu-ibu arisan. ‘Si Ibu’ punya sedikit akses untuk membicarakan ide tolong-menolong itu menjadi nyata. “Paling tidak karena ia istri seorang presiden pada masanya. Ibu rumah tangga itu tak lain, adalah ibu saya tercinta. Ibu kita semua, almarhumah Ibu Tien Soeharto, “ Mbak Tutut membuka sosok yang jadi sorotannya.

 

Lebih lanjut, Mbak Tutut menceritakan kiprah sosok Ibu Tien Soeharto, yang pada saat itu, melihat bahwa bencana seolah menjadi bagian dari takdir kehidupan manusia. “Bila datang musim kemarau, maka potensi kekeringan segera membesar, membawa peluang terjadinya paceklik (minus) yang ujung-ujungnya meluas menjadi bencana kelaparan, “ terang Mbak Tutut penuh keprihatinan.

 

Di musim kemarau pula, lanjut Mbak Tutut, angin yang kering dengan gampang membawa bara terbang, menyulut kebakaran lahan dan hutan. Sementara manakala musim penghujan tiba, bencana tanah longsor, banjir bandang, dan banjir yang merendam pemukiman menjadi fenomena yang kian biasa. “Di sisi lain, di saat kemarau bisa jadi tak ada kekeringan dan waktu penghujan tak ada banjir, tetapi letak geografis Indonesia di wilayah cincin api atau ring of fire , masih memungkinkan datangnya bencana lain, yakni; gunung meletus ataupun gempa bumi, “ papar Mbak Tutut.

 

Jika tidak dihadapi dengan keyakinan iman, seakan dengan gampang orang akan pasrah dan menyatakan bahwa memang manusia hidup ke dunia untuk menderita. Penderitaanlah yang menjadi ujian, apakah manusia bisa lulus dalam keimanannya atau tidak, yang berujung pada kemungkinan di akhirat ia akan menerima pahala atau bala.

 

Sikap pesimistis tersebut tidak saja menjadi perangai buruk. Padahal dari sisi ajaran agama, pesimistis bisa dianggap mata air dari dosa.  Dalam al- Quran Surat Yusuf 87, dikisahkan Nabi Ya’qub AS berkata kepada putra-putranya, “…… dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidaklah ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.”

 

Sikap mulia justru ditunjukkan nelayan tua Santiago dalam novel ‘The Old Man and The Sea’ Ernest Hemingway.  Si Nelayan tua itu bilang, “Orang bisa saja dihancurkan, tapi orang seharusnya jangan pernah bisa dikalahkan.” Dan bagi Santiago tua, seorang yang hancur sekali pun bukanlah orang yang kalah, manakala ia tak menyatakan diri menyerah.

 

“Jadi manakala melihat penderitaan akibat sekian banyak bencana yang terjadi seakan tak ada habisnya, almarhumah ibu Tien tidak menyerah. Dalam keterbatasan langkah sebagai seorang ibu rumah tangga, bahkan beliau maju berkiprah. Itulah ibu Tien Soeharto, “ Mbak Tutut simpulkan sosok Ibu Tien Soeharto.

sumbangsih

Kembali pada YDGRK, Mbak Tutut, merangkum yayasan sosial tersebut selama 33 tahun  berkiprah, yang terbukti telah menyalurkan bantuan sekitar Rp. 64 miliar. Semua untuk korban bencana, meliputi korban bencana banjir, tanah longsor, banjir bandang, tsunami, gunung meletus dan bencana sejenisnya. Selama itu, yayasan juga telah menyalurkan bantuan di 1.099 lokasi bencana, pada 899 kejadian bencana di 34 Provinsi di Indonesia.

 

“Semua itu kami lakukan melalui kerja sama luar biasa dengan semua pihak. Semua yang   percaya bahwa kehidupan yang lebih baik, yang lebih sejahtera itu bisa kita raih bersama melalui tolong-menolong di antara kita.  Subhanallahu, “ terang istri dari Indra Rukmana dan ibu dari empat orang anak, yaitu Dandy Nugroho Hendro Maryanto (Dandy), Danty Indriastuti Purnamasari (Danty), Danny Bimo Hendro Utomo (Danny), dan Danvy Sekartaji Indri Haryanti Rukmana (Sekar).

 

Akhirnya, kata Mbak Tutut mengatas namakan Keluarga Besar Yayasan Harapan Kita dan Yayasan Dana Gotong Royong Kemanusiaan, menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya atas kehadiran para tamu undangan.

 

“Berbagai sumbangsih kedua yayasan ini pada gilirannya kita harapkan turut memberi kontribusi besar bagi kemajuan bangsa dan negara Indonesia, ‘ pungkas Mbak Tutut sumringah.

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :