Ki Sengkek Suharno Ungkap Lagu ‘Teh Slawi’ Kental Budaya Tegal

KabareTegal – Sebuah lagu tak hanya hiburan semata, tapi juga menyampaikan pesan moral, apalagi lagu Tegalan dengan liriknya menyiratkan tradisi dan budaya Tegal yang kental. Demikian yang dikemukakan Ki Sengkek Suharno pencipta lagu Tegalan berjudul ‘Teh Slawi’. Dalang Wayang Kebangsaan Sanggar Razis Putra Laras Tegal ini memang konsisten mengangkat tradisi dan budaya Tegal. Pengalaman hampir 10 tahun ikut dengan Ki Enthus sebagai backing dubber dan vocal mempengaruhi musik dan gaya wayangan yang menggunakan bahasa Tegal sebagai sarana penyajiannya. Mantan Kepala Staf Markas di Satkorcab Banser Kab. Tegal ini memang termasuk salah seorang seniman Tegal.

 

Berikut petikan wawancara KabareTegal dengan seniman yang juga Mantan Kepala Desa Plumbungan, Kramat, Tegal ini, mulai dari awal ide pembuatan lagu ‘Teh Slawi’, proses video klip-nya, suka duka dan pengalaman berkesan sebagai pencipta lagu Tegalan, hingga harapan ke depan tentang lagu-lagu Tegalan.

Bagaimana awalnya ide Anda dalam pembuatan lagu ‘Teh Slawi’ ?

Lagu ‘Teh Slawi’ tercipta dari sebuah kegelisahan saya secara pribadi melihat tradisi dan budaya yang menjadi identitas dan jati diri sebagai wong Tegal tidak mendapat tempat bahkan terkesan menjadi penonton di rumah sendiri. Sementara, UU no 5 th 2017 tentang pelestarian dan pemajuan kebudayaan sudah ada tapi belum dapat diimplementasikan sepenuhnya oleh pemangku kebijakan. Padahal, menjadi tugas bersama menjaga keberlangsungan budaya.

Di sisi lain Pemerintah daerah tidak menjadikan kebudayaan sebagai prioritas dalam program pembangunanya meski visi misi-nya menuju masyarakat yang mandiri sejahtera dan berbudaya. Dari situlah saya mulai mengajak semua kalangan untuk peduli dengan tradisi kebudayaan lokal Tegalan. Salah satunya adalah lewat lagu untuk mensosialisasikan bahwa Tegal ini punya manuskrip, seni, ritus, adat istiadat, bahasa Tegal, tradisi lisan, permainan tradisional, olahraga tradisional, pengetahuan tradisional dan teknologi tradisional yang tidak dimiliki oleh daerah lain agar bisa didengarkan oleh siapapun dan minimal tahu dan mengerti dahulu.

Lagu ‘Teh Slawi’ hanya sebuah simbol cita-cita, bahwa Tegal itu punya kebudayaan yang luar biasa dan seharusnya kita bangga dan wajib menjaganya dan melestarikanya agar tambah maju agar tambah wangi seperti ‘Teh Slawi’ yang sudah mendunia

 

Bagaimana proses pembuatan video klipnya?

Untuk menterjemahkan lirik dalam bentuk video maka saya mengajak anak-anak PMII sebagai representasi dari generasi milenial terlibat sebagai talent agar lebih dekat dan mengerti tentang kebudayaan Tegal. Saya juga mengajak anak-anak SLB Manunggal Slawi untuk menarikan Tari Endel untuk memotivasi mereka agar lebih percaya diri sebagai otokritik atau mengkritik diri sendiri. Jika mereka yang hidup serba kekurangan dan berkebutuhan khusus bisa berkarya dan ikut menjaga kelestarian budaya kenapa kita yang normal dan serba berlebihan justru terkesan apatis dan tidak peduli.

Saya juga mengajak pengurus Klentheng Slawi untuk terlibat sebab Klentheng Slawi selain sebagai tempat ibadah juga merupakan warisan akulturasi budaya yang menjadi ikon di kota Slawi.

Dan tentunya saya mengajak direksi PT Gunung Slamat sebagai produsen penghasil ‘Teh Wangi’ yang produknya sudah mendunia dan tentunya ada di Slawi. PT Gunung Slamat bukan hanya pabrik pembuat teh tapi merupakan “Museum Hidup” yang bukan hanya menjadi pelaku tapi juga menjadi saksi sejarah peradaban dan budaya Tegal dengan tradisi ngeteh dan Moci-nya sejak jaman dahulu kala.

Kami juga mengambil gambar langsung ke sentra pembuatan batik Tegalan di Bengle serta industri logam di sepanjang Adiwerna sampai Talang yang pernah jaya dengan jargonya “Jepange Jawa”.

Ikon kabupaten Tegal juga kami munculkan seperti Trasa Tugu Poci dan alun-alun Hanggawana serta Wayang Suket peninggalan Ki Slamet Gundono dan Wayang Santri peninggalan Ki Enthus sebagai warisan budaya untuk anak cucu generasi yang akan datang.

Tiga hari proses pembuatan video klip lagu ‘Teh Slawi’ yang melelahkan memang tapi penuh kenangan dan kebahagiaan.

Selain lagu “Teh Slawi”, Anda menciptakan lagu Tegalan apa saja?

Kalau untuk lagu Tegalan ini yang pertama. Sebelumnya saya ada beberapa lagu yang sudah saya ciptakan dan saya aransemen  tapi rata-rata bukan lagu Tegalan karena basic saya adalah wayang maka musik saya pun banyak unsur gamelannya makanya saya berkolaborasi dengan mas Imam Jund sebagai pakarnya lagu Tegalan untuk menghasilkan musik yang kental aroma Tegalannya sehingga terciptalah ‘The Slawi’ sebuah lagu berat penuh misi kebudayaan tapi terdengar enak di telinga (easy listening).

Sebenarnya saya sering mendaur ulang lagu-lagu dolanan anak khas Tegalan seperti Umpet-Umpet Beton dan yang lainnya sejak tahun 2016 sebagai musik iringan wayangan saya yang bernama Wayang Kebangsaan. Dari situlah saya mulai menyukai dan nyaman dengan lagu Tegalan

Hampir 10 tahun ikut dengan Ki Enthus sebagai backing dubber dan vocal mempengaruhi musik dan gaya wayangan saya yang menggunakan bahasa Tegal sebagai sarana penyajiannya dan ini menjadi kebanggaan saya

 

Apa suka duka Anda sebagai pencipta lagu Tegalan?

Ternyata sebuah keasyikan tersendiri membuat lagu Tegalan karena memang segmentatif dan punya misi tersendiri yaitu bangga dengan budaya sendiri, yaitu bahasa Tegalan

Bahasa Tegal adalah salah satu bahasa paling unik di dunia dan mempunyai  keberagaman dialek yang hampir tiap desa berbeda.

Susahnya adalah karena ini segmentatif maka pendengar dan penggemarnya terbatas pada daerah tertentu yaitu daerah Pantura Brebes, Tegal dan Slawi serta sebagian Pemalang dan Cirebon.

Pengalaman apa yang paling berkesan selama Anda mencipta lagu-lagu Tegalan?

Sebagai seorang dalang yang menampilkan pagelaran wayang dengan musik dan gaya serta bahasa Tegalan maka tentunya semua pementasan dan lagu-lagunya adalah sesuatu dan semua hal yang berkesan karena itu bagian dari hidup dan kebahagiaan saya tersendiri.

 

Apa harapan Anda ke depan tentang lagu-lagu Tegalan?

Tidak hanya lagu Tegalan, harapan saya seluruh tradisi dan budaya Tegalan yang secara eksplisit tertera dalam lirik lagu ‘Teh Slawi’ ini benar-benar dijaga dan dilestaraikan karena ini kekayaan berharga dan harus kita wariskan ke generasi selanjutnya dan menjadi kebanggaan mereka generasi muda sekarang dan yang akan datang.

Menjadi tuan rumah di rumah sendiri artinya semua komponen masyarakat baik pegiat budaya masyarakatnya akademisinya dan tentunya pemerintahnya ikut bertanggung jawab atas keberlangsungan dan kelestarian budaya Tegalan

Selain mencipta lagu Tegalan, Anda berkarya apa lagi?

Saya seoarang dalang. Saya punya Sanggar Wayang Razis Putra Laras yang setiap minggunya membuka kursus gratis gamelan secara gratis untuk anak-anak dan remaja.

Pada akhirnya saya mengajak semuanya siapapun kita apapun profesi dan latar belakang serta pekerjaan kita mari bersama untuk menjaga dan melestarikan tradisi dan budaya Tegalan sebagai tanggungjawab kita kepada anak cucu dan generasi yang akan dating. Mulai dari diri sendiri dan mulai dari sekarang. (Istimewa)

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :