KabareTegal – Zaman sekarang sudah semakin banyak berubah, teknologi terus-menerus memperbaharui diri dengan bentuk-bentuk baru seiring dinamika perkembangan zaman. Hal ini disadari para penggiat seni pertunjukan, khususnya wayang orang, yang juga terus-menerus menciptakan inovasi dan kreasi baru, agar kesenian adiluhung ini dapat mengikuti perkembangan zaman.
Inovasi dan kreasi baru itu tampak sekali dilakukan oleh Triardhika Production dan Wayang Kautaman dalam rangka mengisi program Teater Wayang Indonesia (TWI) dengan pergelaran Wayang Rasa Rupa ‘Bhisma’ yang memadukan wayang orang, komik dan film. Sebuah pergelaran kesenian wayang orang yang digarap dengan semangat aktualisasi dari segi cerita dan penggarapan dalam gairah milenial. Pergelaran kesenian wayang dengan inovasi dan kreasi baru ini tentu menambah semaraknya dunia pewayangan.
cerita dan penggarapan
“Aktualisasi dari segi cerita dan penggarapan diharapkan dapat membantu cara pandang khalayak dalam memahami makna yang terkandung dalam sebuah pertunjukan wayang,” ujar Eny Sulistyowati SPd, SE, MM, Produser Pergelaran Wayang Lintas Media Rasa Rupa “Bhisma” di Teater Kautaman Gedung Pewayangan Kautaman TMII Jakarta Timur, Minggu (21/8/2022).
Lebih lanjut Eny menerangkan, dari segi penggarapan (carangan), seni wayang dapat menyesuaikan diri. Namun secara klasik karya seni ini diharapkan tidak kehilangan makna orisinalitasnya.
“Wayang harus beradaptasi dengan budaya pop, dengan berbagai kecanggihan multi media jaman milenial,” terang Ketua Bidang Humas dan Kemitraan SENA WANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia).
Sedangkan, Ir. Retno Irawati, yang biasa dipanggil Ira Surono, juga produser di pergelaran ini menyampaikan, pertunjukan ini adalah bagian dari upaya memperkaya nilai-nilai estetika secara visual maupun audio. Diharapkan generasi muda semakin semangat menekuni dan mendalami nilai-nilai seni budayanya, khususnya wayang.
“Dengan harapan pementasan ini menjadi lebih dinamis, hidup, dan eksploratif. Dapat berkomunikasi secara maksimal dengan publik penggemarnya, khususnya generasi muda milenial agar lebih mencintai kesenian wayang,” ujar Retno Irawati.
inovasi dan kreasi
Menurut Nanang Hape, selaku sutradara pergelaran ini, perubahan kesenian selaras dengan perubahan yang terjadi di masyarakat. Inovasi dan kreasi wayang diperlukan agar ada regenerasi penonton, khususnya generasi muda.
“Selama ini generasi muda berjarak dengan wayang disebabkan bahasa yang digunakan dinilai rumit dan sulit dipahami. Wayang seolah-olah hanya sebagai tontonan masa lalu,” ujar Nanang.
Oleh karena itu, menurutnya perlu memunculkan karya yang memberi nafas baru tanpa merusak nilai-nilai wayang. Salah satunya melalui konsep pertunjukan yang memadukan wayang orang, komik dan film dalam satu panggung ini.
“Melalui upaya ini kita harapkan terjadi regenerasi penonton dalam pengetahuan yang tuntas. Bukan menyukai wayang karena bentuknya, tapi sekaligus memahami ceritanya. Memahami substansi nilai-nilai yang terkandung di dalamnya,” harap Nanang.
Aktor wayang Agus Prasetyo, yang juga bertindak sebagai sutradara dalam pertunjukan ini menyampaikan, kesenian wayang sebagai kekayaan budaya menghadapi tantangan. Kendati berbagai inovasi wayang dilakukan oleh para seniman, namun belum mampu menarik generasi muda terhadap wayang secara optimal.
“Dengan format lintas media kita harapkan pertunjukan ini dapat menjembatani, anak muda yang kurang faham wayang. Di masa depan kita berharap anak-anak remaja dapat lebih menyukai kesenian wayang. Bukan sekadar hiburan, tetapi juga sarat kandungan nilai-nilai,” ujar Agus.
kepahlawanan dan kesetiaan
Adapun, Eddie Karsito, koordinator wartawan yang meliput pergelaran tersebut, menyampaikan, bahwa Pergelaran Wayang Rasa Rupa ‘Bhisma’ ini menceritakan tentang kepahlawanan dan kesetiaan Bhisma menjaga negeri tercintanya. “Pengorbanan hidup yang ia berikan tidak serta-merta menjadi tonggak ketenteraman dan kedamaian di Negeri Hastina. Tak urung Bharatayudha pun terjadi,” ungkap Eddie Karsito mantap.
Pergelaran Wayang Rasa Rupa ‘Bhisma’ ini disutradarai Nanang Hape dan Agus Prasetyo dan bertindak sebagai Produser Eny Sulistyowati SPd, SE, MM, dan Ir. Retno Irawati dengan didukung aktor dan aktris panggung, antara lain; Djarot B. Darsono, Agus Prasetyo, Ali Marsudi, Woro Mustiko Siwi, dan puluhan pemain wayang orang lainnya.
Penampilan khusus mewakili generasi milenial tampil seorang seniman remaja, Fina Augustine Ardhika Putri, membawakan lagu “Amba Bhisma.” Mengiringi dua penari ballet yang juga generasi milenial, Dhea Seto, dan Bobbi Ari Setiawan.
Penata Artistik Sugeng Yeah, Direktur Fotografi Tunggal Aji SP, Karawitan Dedek Wahyudi, Penata Komik Johari A. Mawardi, Tata Rias & Kostum Dhestian W. Setiaji, Penata Cahaya Herry W. Nugroho, Tata Suara Purwoaji, Pelatih Tari Sri Wardoyo, Multi Media Prabudi Hatma Samarta.
Pergelaran yang didukung SENAWANGI (Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia) sebagai Induk Organisasi Panitia Tetap TWI (Teater Wayang Indonesia), Gedung Pewayangan Kautaman, dan PEPADI (Persatuan Pedalangan Indonesia).ini dianugerahkan sebagai hadiah Ulang Tahun Kemerdekaan RI Ke-77. Sekaligus mangayubagyo HUT Ke-47 Sekretariat Nasional Pewayangan Indonesia (SENAWANGI) sebagai organisasi pewayangan garda terdepan yang senantiasa setia menjaga, melestarikan, dan mengembangkan wayang Indonesia. Juga merupakan perjuangan segenap lapisan masyarakat dalam mewujudkan cita-cita luhur, yaitu; menjadikan Indonesia sebagai Rumah Wayang Dunia. ***