KabareTegal – Kebijakan perfilman yang diterapkan suatu negara memengaruhi perkembangan industri perfilman.
Untuk mengetahui bagaimana kebijakan tersebut berpengaruh dapat diketahui antara lain dengan cara melakukan studi sejarah.
Demikian dikemukakan Ketua Umum KSBN (Komite Seni Budaya Nusantara), Mayor Jenderal TNI (Purn.) Drs. Hendardji Soepandji, S.H., menyoal karya film dalam perspektif sejarah peradaban dunia.
“Film bisa membuka kenyataan, menggugat, melawan tapi juga menghibur sekaligus menjadi visi membangun peradaban bangsa,” ujar Hendardji Soepandji.
Beliau dihubungi penggiat seni dan budaya Eddie Karsito, melalui sambungan telpon seluler saat berada di Studio Film Warner Bros Hollywood, California, Amerika Serikat, Rabu, (28/12/2022) dini hari.
Hendardji berharap, lawatannya ke Studio Film Warner Bros tersebut dapat lebih membuka cakrawala dan pengalaman baru dirinya terkait dengan industri perfilman dunia.
“Perlu studi sejarah untuk mengetahui histori perkembangan perfilman dunia maupun Indonesia dengan konsep industri dan budaya bangsa-bangsa di dunia,” ujar inisiator Festival Audio Visual Karya Seni Budaya Nusantara” (FAV-KSBN) ini.
Banyak hal menurutnya di Studio Film Warner Bros yang secara historis dapat diadopsi dan diinovasi untuk perkembangan industri film, khususnya karya film berbasis seni budaya bangsa Indonesia.
“Bila masyarakat ingin melihat peradaban sebuah bangsa, maka lihatlah melalui karya film. Karena dari film itulah tersaji potret sosial, budaya, seni, serta teknologi pada kurun waktu tertentu,” ungkapnya.
Didirikan tahun 1918 menjadikan Warner Bros sebagai studio film tertua ketiga di Amerika Serikat yang masih beroperasi.
Dua perusahaan film lainnya, Paramount Pictures di bawah nama Famous Players, dan Universal Studios. Kedua perusahaan ini didirikan tahun 1912.
Dari anjangsana tersebut, Hendardji berharap mendapatkan formula otentik yang dapat diterapkan bagi tumbuh kembangnya industri perfilman Indonesia.
Termasuk upaya semakin memperkaya atas terlaksananya Workshop Film dan Festival Audio Visual Karya Seni Budaya Nusantara” (FAV-KSBN) yang diselenggarakan KSBN.
Festival film mengangkat tema “Festival Film Karya Seni Budaya Nusantara Berperan Aktif dalam Pemajuan Peradaban Indonesia.”
Festival film ini, kata Hendardji, bagian dari cara menjaga budaya Indonesia. Komitmen KSBN berperan aktif memajukan peradaban Indonesia.
“Generasi muda membutuhkan bimbingan untuk lebih memahami nilai luhur dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa. Budaya tentu akan tersaji lebih menarik, berkesan, dicintai, dan dimiliki, ketika diangkat melalui karya film,” ujarnya.
Dalam sesi kunjungan singkat Hendardji secara selintas juga mempelajari tahapan produksi film di Motion Pictures, sebuah unit bisnis utama bagi perusahaan Warner Bros. Entertainment.
Hendardji mengaku takjub, melihat kawasan industri Film Warner Bros seluas 112 hektar, dengan prasarananya yang lengkap. Semua produksi film bisa dilakukan di kawasan ini secara komprehensip.
“Bangunan dibuat semi permanen sehingga dapat didesign sesuai permintaan sutradara film. Posisi sutradara menjadi sangat penting dan sentral dalam mewujudkan gagasan kolektif,” papar Hendardji.
Menurut Hendardji, di Amerika film menjadi industri mapan lebih dari 100 tahun lalu. Industri ini menciptakan lapangan pekerjaan. Menghasilkan produk yang diminati publik serta menjadi bagian dari peradaban bangsa.
“Film memang harus dikelola profesional. Kreativitas menjadi sangat penting untuk merespon dinamika pasar yang terus tumbuh, berubah dan berkembang,” ungkapnya.
Pada fase tertentu, kata Hendardji, kita juga perlu belajar dari bangsa lain, bagaimana misalnya Amerika Serikat membangun citra positif melalui film-filmnya.
Amerika berhasil ciptakan image melalui penggambaran karakteristik tokoh pada film dengan citra moral tinggi, dan citra kreativitasnya yang dinilai hebat.
“Pengalaman ini diharapkan dapat mendukung berbagai upaya KSBN mengembangkan karya seni film melalui bidang yang telah dibentuk. Ikut menumbuh-kembangkan kebanggaan pada film Indonesia melalui strategi ekspansi budaya,” ungkapnya.
Hendardji juga berharap KSBN (Komite Seni Budaya Nusantara), kelak memiliki Studio Film dan Televisi sendiri yang dikelola profesional.
Upaya ke arah tersebut menurutnya sudah dirintis. Seperti adanya Rumah Budaya dan KSBN TV, serta sarana dan prasarana lainnya guna menunjang advertensi berbagai giat budaya.
“Karya-karya film yang diangkat nanti harus memiliki tema visioner. Tidak lepas dari 10 unsur nilai budaya, seperti tercantum dalam UU Nomor 5 Tahun 2017, tentang Pemajuan Kebudayaan Indonesia,” tegasnya.***