Putrama Tuta Jadi Sutradara Andal Terinspirasi Film Rocky

Dunia penyutradaraan terus maju berkembang seiring perkembangan zaman. Banyak talenta hebat yang dilahirkan, seperti di antaranya sutradara Putrama Tuta yang debut penyutradaran filmnya berjudul ‘Catatan Harian Si Boy’. Sebuah film yang menjadi pembuka Putrama dikenal sebagai salah seorang sutradara film andal.

 

Film yang diproduksi PT. Tuta Media atau yang lebih dikenal dengan 700 Pictures, PH-nya sendiri, itu membawa Tuta menjadi satu-satunya wakil Indonesia di Shanghai International Film Festival dalam kategori Asian New Talent Award dan juga mendapatkan respon positif ketika tayang di HuaHin Film Festival. Catatan Harian Si Boy juga berhasil mendapat penghargaan film terbaik pada ajang Balinale International Film Festival serta meraih satu Piala Citra pada Festival Film Indonesia 2011

“Saya jatuh cinta sama film. Waktu saya nonton Rocky, saya ngerasa bisa achieve segala hal di dunia ini. Film ngasih harapan buat saya. Saya pengen banget share hope itu sama orang banyak, “ kata Putrama Tuta menuturkan awal ketertarikannya pada penyutradaraan, kepada KabareTegal, Kamis (2/1/2020)

 

Lelaki kelahiran Jakarta, 30 Oktober 1982 itu lebih lanjut membeberkan ketertarikannya pada penyutradaraan. “Itu waktu saya tahu nggak ada cara yang lebih baik dari menjadi seorang storyteller, dan film adalah media pilihan saya, “ beber pemilik nama asli Putrama Pradjawasita ini.

 

Putrama menyebut Ilya Sigma, istrinya, yang paling memotivasi dirinya untuk menekuni penyutradaraan. “Dia yang mendorong saya untuk terus maju apapun yang terjadi. Dia selalu bilang, ‘bikin aja sebagus mungkin yang kamu bisa, apapun cerita yang lagi saya ceritain.’ Kalau tekuni, subconsciously dari dulu film selalu membuat saya kagum. Jadi saya mau cerita lewat film, “ papar sutradara yang debut filmnya berjudul ‘Catatan Harian Si Boy’.

Menurut Tuta, pengalamannya begitu banyak yang berkesan selama menekuni penyutradaraan. “Wah terlalu banyak yang berkesan dan nggak bisa saya kalau disuruh milih.  Everyday is an exciting new experience, “ ujarnya penuh percaya diri.

 

Saat ditanya, bagaimana suka dukanya jadi sutradara? Dengan tenang, Tuta memberikan jawaban, “Buat saya bikin film adalah pekerjaan yang membuat saya tidak pernah merasa kerja. Jadi apapun yang terjadi saya seneng aja ngelakuinnya. Momen berat pun saya senyumin aja.”

 

Tuta memandang perkembangan dunia penyutradaraan sekarang ini bagus sekali karena membuat film sudah tidak sesusah dulu, alat-alat sudah canggih sekali sekarang ini, tapi  memang ada kekurangannya, banyak yang kehilangan prosesnya.

 

“Pentingnya isi frame dan cerita di dalamnya, Kadang saya lihat gambar dan pemain yang bagus banget tapi kosong. Bakat sutradara muda luar biasa mas. Sekarang tinggal gimana caranya kita manfaatin teknologi yang ada untuk jadi penguat bercerita, “ ucapnya tampak begitu sangat bersemangat.

 

Bagi Tuta, membuat film adalah privilege untuk menciptakan sebuah kehidupan di dalam layar. Dan hasilnya akan memberikan impact buat banyak orang yang nonton. “Apabila cerita itu terbungkus dengan baik dan melalui proses yang benar, dipadu dengan bakat hebat sutradara muda sekarang. Saya rasa Indonesia akan bangga sama sutradara-sutradaranya di masa depan, “ Tuta menegaskan.

Obsesi dan harapan Tuta ke depan dalam penyutradaraan ingin terus membuat film. “Jadi better and better aja, terus ngasih impact buat lebih banyak orang. Bikin film sebagus mungkin yang saya bisa menurut saya, abis itu biarin filmnya yang ambil alih. Biar film saya yang bawa saya ke cerita berikutnya, “ pungkas Putrama Tuta sumringah.

About AKHMAD SEKHU

Akhmad Sekhu, wartawan dan juga sastrawan. Buku puisinya: Penyeberangan ke Masa Depan (1997), Cakrawala Menjelang (2000). Sedangkan, novelnya: Jejak Gelisah (2005), Chemistry (2018), Pocinta (2021)

View all posts by AKHMAD SEKHU →

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *




Enter Captcha Here :