Pendidikan itu sangat penting bagi kita. Negara juga telah mengatur hak setiap Warga Negara Indonesia untuk mendapat pendidikan sebagai sarana dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Demikian yang dilakoni Dwi Astuti, tokoh inspiratif pendidik dari Jatibogor, Suradadi, Tegal, yang merintis pendidikan anak usia dini (PAUD) dengan tujuan awalnya ingin menampung anak-anak di sekitar lingkungannya yang sebagian besar orangtuanya sibuk mencari nafkah. Rintisan sekolah PAUD-nya pun waktu itu untuk sementara menempatti rumah penduduk.
PAUD-nya yang bernama Raudhatul Athfal (RA) Al-Muntaha itu kini sudah mandiri punya gedung sendiri dan setiap tahun secara resmi menerima murid. Bahkan PAUD tersebut punya banyak program unggulan, seperti di antaranya praktek sholat berjamaah, one day one ayat, simulasi manasik haji, kegiatan kunjungan, English for fun dengan kegiatan ekstra kurikuler seni tari dan drum band.
“Dari kecil pada waktu kelas 3 SD dulu saya kalau main sekolah-sekolahan ndilalah saya selalu yang berperan sebagai gurunya. Setelah menginjak kuliah, mulai terlintas punya angan-angan berandai-andai kalau jadi guru, saya tentu bisa mengamalkan ilmu, “ kata Dwi Astuti, S.Pd, kepada KabareTegal, Jumat (3/1/2020).
Perempuan kelahiran Jatibogor, Suradadi, Tegal, 7 Oktober 1978, itu membeberkan, setelah lulus kuliah D3 dirinya mendapat kesempatan mengajar di Sekolah Umum Perikanan Menengah (SUPM) Yamipura Suradadi, Tegal, antara tahun 2002-2005. “Dari pengalaman itu saya jadi semakin senang sebagai pengajar, “ beber ibu beranak satu bernama Zafran itu.
Menurut Ibu Tuti, sapaan akrabnya, pada tahun 2009, ia diajak teman untuk membuka pendidikan anak usia dini (PAUD) di dukuh Jatimerta, desa Jatibogor, Suradadi, Tegal. “Tujuan awal ingin menampung anak-anak di lingkungan saya yang memang sebagian besar orangtuanya setiap pagi sibuk mencari nafkah, daripada hanya bermain-main tanpa ada yang mengarahkan. Akhirnya teman saya yang bernama ibu Hj. Mustaghfiroh yang kebetulan istri DPRD Kab Tegal dari Faksi PKB membuka RA bersama dengan saya dan rekan dengan bantuan Ustadz Arifin yang menyediakan tempat secara gratis, “ ungkap jebolan D3 Akademi Bahasa Asing (ABA) Yogyakarta (1998-2001) dan S1 Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Terbuka lulus tahun 2015.
Hingga pada tahun 2012 Bu Tuti diberi mandat untuk menjadi kepala RA oleh Hj. Mustaghfiroh karena beliau akan resign. “Akhirnya saya menjabat sebagai Kepala RA hingga sekarang. Dan, Alhamdulillah pada tahun 2014 RA saya yang diberi nama RA Al-Muntaha sudah mempunyai gedung sendiri, “ tutur Ketua Pengurus Cabang Ikatan Guru Raudhatul Athfal (PC-ICRA) Kabupaten Tegal, penuh rasa syukur.
Saat ditanya, apakah menjadi guru itu cita-cita dari kecil ataukah bagaimana? Dengan tenang, Bu Tuti memberikan jawaban, “Sebenarnya tidak. Karena dulu sewaktu masih kecil kalau saya ditanya cita-cita selalu bilangnya pengin jadi dokter, sebagaimana cita-cita anak-anak kecil zaman dulu pada umumnya.”
Ibu Tuti mengaku dirinya pernah bercita-cita ingin jadi pramugari dan guide. “Makanya saya kuliah mengambil jurusan bahasa Inggris. Dengan harapan agar saya bisa menjadi guide wisatawan asing, “ kenangnya.
Menjadi pendidik bagi Bu Tuti punya banyak pengalaman yang menarik. Bahkan bisa dibilang pengalaman yang menggelitik. Seperti di antaranya, pada waktu ia menyuruh salah satu anak didiknya untuk maju mengenal huruf dan mengeja. Si anak pun mau maju dan menuruti perintah dirinya. “Anak itu sebenarnya sudah bisa mengenal huruf, entah kenapa ketika disuruh baca ejaan ‘ba-ju’ dengan gambar di sampingnya baju, tapi jawabnya ‘klambi’, spontan seisi kelas jadi tertawa, memang sih baju itu bahasa Tegal-nya, klambi, “ paparnya panjang lebar berkelakar.
Setiap melakoni pekerjaan memang ada suka-dukanya, begitu juga dengan pekerjaan guru. Bu Tuti menegaskan, banyak sekali sukanya ketimbang dukanya. “Diantaranya kita bisa belajar mengontrol emosi, belajar tidak jadi pendendam, dan yang pasti harus selalu ceria di depan anak-anak. Sekesal apapun kita di rumah bisa sembuh kalau sudah bertemu anak-anak. Itu sebabnya saya senang menjadi guru RA, “ tegas Bu Tuti.
Harapan Bu Tuti ke depan dalam dunia pendidikan ingin mewujudkan pendidikan yang bermartabat, cerdas, berakhlakul karimah, berkarakter, dan kreatif dan inovatif. “Jadi pintar saja tidak cukup karena bukan jaminan seseorang yang pintar mempunyai akhlak yang baik. Pengembangan karakter dan akhlakul karimah sangat penting sebagai pondasi pendidikan. Juga saya ingin anak-anak diberikan kesempatan untuk berkreasi dan berinovasi dan dapat mengarahkan sesuai dengan bakat dan minatnya. Dengan itu anak akan tumbuh menjadi pribadi yang kuat, pintar, disiplin, mandiri dan tentunya berakhlak mulia, “ ungkapnya mantap.
Saat mencalonkan diri jadi calon kades Jatibogor, Bu Tuti mempunyai program ingin ada Sekolah Menengah Kejuruan di desa Jatibogor. “Untuk merealisasikan program tersebut tentu kalau saya diberi kesempatan menjadi kades, tapi program tersebut tetap bisa diwujudkan sekarang atau kapan pun kalau masyarakat desa Jatibogor punya keinginan kuat untuk program tersebut dan tentunya harus bekerjasama dengan pemerintah desa untuk bersama-sama mewujudkan SMK di Jatibogor melalui musrenbangdes, “ tuturnya serius.
Harapan Bu Tuti untuk Jatibogor desa tercinta, ingin mewujudkan ekonomi kreatif agar perekonomian semakin meningkat dan mengurangi pengangguran. “Juga ingin memajukan pertanian agar bisa panen setahun lebih dari satu kali panen, “ harapnya.
Menurut Bu Tuti, karakter masyarakat desa Jatibogor pekerja keras. “Saya bisa menunjukkan buktinya banyak masyarakat yang bekerja sebagai petani, buruh tani, buruh pabrik, pedagang, wirausaha, juga nelayan, “ ucapnya mantap.
Saat ditanya seberapa dekat mengenal masyarakat desa Jatibogor? Dengan mantap, Bu Tuti berucap, “Ya cukup kenal dekat karena kita punya komunitas masyarakat Jatibogor yang sama-sama ingin mewujudkan Jatibogor lebih maju, kreatif dan bermartabat.”
Adapun, mengenai impian dan harapan Bu Tuti untuk jatibogor 10 tahun ke depan. “Laju pertanian meningkat, perekonomian maju pesat dan pendidikan berkarakter dan bermartabat, “ pungkas Bu Tuti sumringah.