KabareTegal – Pandemi Covid-19 (Corona Virus Disaese) yang berkepanjangan dan korbannya semakin banyak membuat semua orang harus lebih hati-hati. Dalam berkegiatan yang dilakukan, semua orang harus menerapkan protokol kesehatan, meski vaksinnya sudah ada, tapi harus tetap waspada. Begitu juga dengan artis cantik Paulina Silitonga yang masih tetap sibuk kampanye dan berbagi inforrmasi kesehatan itu memang harus memberikan pandangan mengenai vaksinasi.
“Vaksinasi bagi saya karena saya dituntut untuk selalu jadi pembelajar saya melihat pandemi dan vaksin ini bukan hanya sebuah keadaan dimana semua orang ramai saat wabah yang sekarang ini, yang cemas makin cemas akhirnya lama-lama nggak berdaya dengan kondisi ini, “ kata Paulina Silitonga yang ditemui di kediamannya saat acara ulang tahun yang sederhana dan hikmat hanya dirayakan bersama kelurga dekat dan sahabat, Jakarta, Kamis (21/1/2021)
Artis cantik nan seksi kelahiran Jakarta, 21 Januari 1988 itu lebih lanjut menerangkan, saat ini yang perlu bagi dirinya sebagai anak muda bangsa peduli bahwa bukan sibuk soal virusnya, sebenarnya kita ini hidup dari dulu juga sudah berdampingan sama virus bakteri dan sel yang ada dalam tubuh kita. “Dimana semua itu, sel kita sendiri sangat berkaitan dengan patogen organisme tersebut dan berpengaruh besar juga terhadap kesehatan kita,“ terang artis yang terkenal berperan sebagai Lilis dalam film ‘Preman Pensiun’.
Menurut Paulina, apapun virus yang ada nantinya sebetulnya punya level yang sama, kita sama-sama ada dalam alam semesta ini, jadi jangan merasa di atas awan sebab semua bisa saya lawan dengan vaksin. “Nah ketika tidak bisa melawan terus apa? Resah manusia jadi stres karena inginnya semua serba pasti, kapan vaksin kapan virus ini selesai? Kapan ? Bulan berapa tanggal berapa, tahan it’s all about keinginan ego semua, “ papar artis yang mengembangkan kariernya di bidang musik sebagai penyanyi dan disc jockey ini.
Sebetulnya, lanjut Paulina, ketika kita sekalipun harus mendapatkan kesempatan atas penyakit atau apapun yang mampir di badan perlu diketahui bahwa itu akan selesai, selesainya kapan? Seperti apa kita tidak tahu. “Mestinya yang harus dilakukan menerima ketidakpastian, sehingga ada jeda dunia berhenti untuk menusia berhenti dan merenung melahirkan ciinta , bagi sesama makhluk hidup lain, tumbuhan, hewan yang besar kecil yang jauh dekat, yang terlihat dan tidak terlihat. Ini edukasi!” tegas pemain film drama remaja ‘Sweet 20’.
Paulina menyampaikan, virus Covid-19 sudah membunuh 120 ribu sementara orang meninggal karena sakit jantung sehari itu bisa 48 ribu, sementara penduduk dunia berapa? “Tujuh milyard masih banyak yang bertahan, kan dulu namanya manusia pernah nggak ada di bumi, cepat atau lambat akan punah, tapi emang karena covid 19? Enggaklah, “ ujar artis yang berlakon dalam film horor, ‘Lantai 13’ dan ‘Solit4ire’.
Artis berdarah campuran Batak-Sunda ini mengaku tertarik vaksin justru ‘mens sana in corpore sano;, bahwa kesehatan mental adalah faktor membentuk cara manusia berinteraksi sehari-hari, membentuk hubungan timbal balik manusia dengan lingkungan, hewan, tumbuhan, air, udara, tanah. Kesehatan mental yang tidak dikelola punya implikasi besar terhadap kesehatan fisik kita karena yang namanya kesehatan psikosomatis dan penyakit kronis banyak kaitannya dengan psikologi informasi percakapan yang dicerna itu mempengaruhi tubuh kita jadi ‘digest’ be awarness! “Saya setuju juga dengan ‘herd imunity’, imunitas sosial kenapa ini semua nggak disosialisasikan, kampanyekan pemerintah dan semua elemen hal-hal yang menurut saya penting, “ tegas Paulina.
Hal tersebut, bagi Paulina, akumulasi apa yang sudah kita perbuat terhadap bumi ini, bahwa manusia tidak pernah tau kapan cukup adalah cukup, rasa keinginan, ego, ego menurut dirinya ‘sense of i’, dimana saat ini saja WHO dunia diambang kegagalan moral vaksin dunia, ego ada krisis empati bersama. “Soal vaksin yang baru didengungkan pemerintah Indonesia ini saja udah jadi masalah dunia sekarang ini, dan vaksin itu sendiri kan ‘instan diracik’ dan jumlahnya terbatas dibanding seluruh penduduk bumi! Sementara imunisasi vaksin dulu saja butuh waktu uji ribuan kali, “ ungkapnya mengingatkan.
Itu yang membuat Paulina secara pribadi yang kebetulan dirinya sekarang ini adalah praktisi dan konsultan nutrisi, enggan bicara soal vaksinasi, apalagi ia sudah sejak lama menerapkan hidup tidak memasukkan sesuatu dalam tubuhya yang serba tidak alami, obat-obatan kimia dan sebagainya. “Saya sendiri sembuh dan sehat dari sakit penyakit saya yang terdahulu auto-imun dan gerd, semua alami tanpa intervensi medis, justru dalam perawatan medis saya malah jadi bolak-balik rumah sakit dan itu saya pernah mau mati rasanya karena sakit banget, artinya saya sehat sekarang dan saya percaya diri akan itu dengan apa yang lakukan pada tubuh saya sendiri dari pribadi di tubuh saya, “ kenangnya.
Menurut Paulina, meditasi adalah vaksinasi alami jadi ia merasa buat apa dirinya divaksin memasukkan bahan asing ke tubuhnya yang punya dampak ke depan dan resiko yang harus ia tanggung. “Kita semua mengalami dampak pandemi ini tentu dengan berimbas masing-masing individu berbeda jadi nggak semua orang sama, “ ujarnya.
Paulina menghimbau pemerintah juga perlu bijak dalam menerapkan vaksin, alasan masing-masing orang yang berdampak pada hal ini yang semua punya alasan berbeda. Masyarakat perlu edukasi bukan hukuman dimana masyarakat sendiri sudah sangat mengalami kesulitan, baik ekonomi atas maupun bawah, mereka sudah sangat prihatin dari segi fisik, mental dan ekonomi, betapa masyarakat sudah sangat lelah! “Apalagi yang kita temui yang masyarakat kita sebagian, duh, mereka hampir semua teriak, bukan mati karena virus tapi mati karena kelaparan! Yang kerjanya mereka harus cari duit hari-harian, yang kerjanya cari duit enak sih, nggak teriak mati kelaparan, tapi stres juga kan. Dan, pendapat saya denda terhadap penolak vaksin adalah kebijakan yang tidak tepat,“ imbau Paulina.
Sebagian masyarakat ini, kata Paulina, sudah nggak perduli vaksin tapi perlu makan. Ia merasa kasihan mereka karena tidak bisa apa-apa untuk mencari duit. Perlu sebenarnya edukasi dari pihak-pihak yang peduli pada bangsa ini, bahwa kebanyakan orang bicara kesadaran, tapi mereka tidak tahu apa yang dimaksud kesadaran, dikira sadar itu insyaf, padahal kesadaran itu sebenarnya lebih seperti perhatian yang mengamati secara netral, kesadaran itu yang paling menjadi fondasi bagi kesadaran mental dan emosional. “Bagaimana yah makin kesini orang makin cepat sensitif, wow luar biasa cepet emosian, curiga tingkat tinggi! Dan menurut saya banyak yang jadi curiga berlebihan jadi ‘irasional’, empati musnah dan nggak berakal budi “ tutur Paulina prihatn.
Soal virus ini, lanjut Paulina, bukan hanya soal keberanian, tapi kecerdasan, kesabaran, kesadaran dan percaya diri dan perlu sinergitas semua elemen bangsa dalam menangani wabah, bukan menariknya dalam darurat militer, kemudian ada yang mengangga itu perang biologi, yang baginya, maaf, sepertinya kejauhan. “Apalagi lebih buruknya, hukuman atau pidana, justru akan jadi masalah baru nantinya, pertama narasi wabah sendiri masih kacau, dalam sebuah wabah, setiap orang menarasikan penyakit berdasarkan pada pengalaman personal dan saluran informasi yang diakses berbeda. Juga insfrastrukur imunisasi massal di Indonesia belum tertata baik, belajar dari kegagalan kampanye vaksin campak- rubella masal tahun 2017 -2018 bencana alam dan ketidakmerataan akses dan ketersediaan vaksin juga dapat menjadi batu dan layak kita pikirkan, “ Paulina menegaskan.
Keberhasilan program vaksin sendiri, menurut Paulina sebagai praktisi kesehatan butuh pendekatan imunitas tubuh, harus karena potensi kegagalan vaksin membangun sistem imun tubuh selalu ada, ‘sistem imunnya harus dibangun dulu’ karena itu ada larangan yang memiliki riwayat tensi, gula darah dan penyakit lainnya.
“Saya lebih tertarik ngomong solusinya tentang kesehatan dan meningkatkan imun dengan merawat menjaga sel dalam tubuh kita, yang mana kerusakan atau masalah sel, itu bakal otomatis imun drop, lalu apa yang harus dilakukan? Yaitu memperbaiki kerusakan sel tersebut dulu akhirnya tubuh dengan sendirinya itu bisa melawan radikal bebas (salah satu masalah pemicu ) akhirnya sistem imun kuat akhirnya mengoptimalkan imunitas tubuh dengan sel-sel yang diperbaharui. Selain itu, harus bermanfaat untuk jangka panjang mengingat bencana wabah covid-19 ini bisa jadi bukan wabah terakhir yang kita hadapin dan pandemi aja kita nggak tahu selesainya kapan dan gimana, “ pungkas Paulina Silitonga.